Harapanku….menjadi harapan’nya….menjadi harapan mereka …

Ketika langkah merajut mimpi…
Meniti setiap detik dalam kisah dan cerita
Aku berteman denganmu wahai sang waktu
Aku bertunduk padamu wahai penciptaku
Berharap ….
Mempunyai suatu harapan …
Harapan… yang menjadi harapannya dan harapan mereka..

Terbangun aku…
Dalam tidur panjangku
Tersadar aku …
Dalam keindahan duniaku
Dunia penuh ceritaa
Dunia penuh kasih dan cinta

Terimakasih ku haturkan untukmu
Untukmu wahai sang waktu
Untukmu wahai penciptaku
Kini …
Harapanku kan jadi harapan’mu dan harapan mereka …

Sistem Jaringan Kekerabatan Orang Jawa di Daerah Pedesaan

Fungsi kekerabatan orang jawa di daerah pedesaan sudah mulai mengalami banyak perubahan. Dari yang semula seorang penduduk desa jawa yang hanya berhubungan dengan keluarga intinya ( terutama berfungsi dalam sector-sektor kehidupan sekitar berbagai aktivitas rumah tangga), sudah memperluas dengan keluarga inti dari anak wanita yang menetap secara uxorilokal, keluarga inti anak pria yang menetap secara virilokal, atau keluarga-keluarga inti anak pria dan wanita yang menetap secara utrolokal, keluarga ini merupakan kesatuan-kesatuan social yang benar-benar berdiri sendiri. Dengan bertambahnya kebutuhan-kebutuhan ekonomi dan social-budaya, maka keluarga ini dalam memenuhi kebutuhannya tidak hanya berdasarkan kekerabatan, tetapi mulai merasa tergantung dengan pranata-pranata lain, seperti pranata sambatan (untuk perbaikan rumah), dalam bidang pendidikan berupa sekolah-sekolah, dan dalam bidang pertanian seperti grojogan, bawon, dan sebagainya. Apabila dibandingkan dengan jaman sekarang, adanya pranata-pranata seperti sambatan grojogan, bawon, dan sebagainya tersebut sudah mulai menghilang karena seiring dengan perkembangan jaman, dalam masyarakat sudah tersedia berbagai jasa yang dapat membantu dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya tersebut.
Fungsi kekerabatan di jawa memiliki fungsi memberikan semacam identitas kepada warganya, yang dapat meninggikan kedudukan social serta gengsinya, yang menentukan hak serta kewajibannya mengenai warisan nenek moyangnya, serta pembagian warisannya kepada keturunannya.System pembagian warisan, berusaha agar harta tersebut jatuh dalam keluarga inti yang terbatas saja. Namun, saat ini ada beberapa pranata lain yang dapat memberikan identitas social, kedudukan, dan gengsi kepada warganya.
Orang-orang di daerah Bagalen dan Negarigung membedakan kelompok kekerabatan bilateral menjadi 2 macam, yaitu,alur waris atau trah, dan kaluwarga, sanak sedherek (kindred) atau golongan yang terutama di daerah Bagelen.
Baca lebih lanjut

Kemerosotan Moral Anak Bangsa – Perspektif Sosiologi Pendidikan

Membahas permasalahan mengenai pendidikan di Indonesia, saya akan mengambil topoik berkenaan tentang pedidikan moral anak bangsa yang semakin mengalami kemerosotan. Hal ini tidak bisa dipungiri melihat bahwa pada zaman sekarang perkembangan tekhnologi semakin cepat dan canggih. Mereka dapat dengan mudah melihat dunia luar tanpa ada penyaringan mengenai hal-hal yang baik yang dapat diambil dan hal – hal yang buruk untuk tidak ditiru.

Dalam hal ini, Yang sering menjadi pembicaraan yakni maraknya seks bebas yang dilakukan oleh siswa-siswi usia sekolah. Hal ini terjadi karena kurangnya sosialisasi, baik itu dilingkungan pendidikan formal maupun non formal. Apabila hal-hal seperti tersebut tidak segera ditindaklanjuti, maka keadaan moral anak bangsa akan semakiin mengalami kemerosotan yang berujung pada hancurnya mutu anak bangsa. Untuk itu, melalui sosiologi pendidikan permasalahan seperti tesebut dapat dikaji dan dianalisis secara lebih mendalam. Hal tesebut selaras dengan pendapat E. Goerge Payne yang merupakan bapak sosiologi pendidikan memberikan penekanan bahwa dalam lembaga-lembaga, kelompok-kelompok-kelompok social dan proses social terdapat hubungan yang saling terjalin, dimana di dalam interaksi social itu individu memperoleh dan mengorganisasikan pengalamnnya. Penjelasan tersebut melekat kuat aspek sosiologisnya.sementara dari segi pedagogisnya, bahwa seluruh individu dan masyarakat dari anak-anak sampai orang dewasa, kelompok-kelompok social dan proses-proses sosialnya, berlangsung di seputar system pendidikan yang selalu begerak dinamis.

Berdasar atas pendapat tersebut, maka saya menyertakan pendapat bahwa kehidupan bermasyarakat, dalam hal ini adalah di lingkungan pendidikan, perlu adanya interaksi dan sosialiasi yang dlakukan secara seimbang antara lingkungan pendidikan formal maupun non formal. Hal ini perlu dilakukan melihat bahwa kehidupan masyarakat sifatnya dinamis, apabila tidak disertai intersksi dan sosialisasi yang sesuai, maka yang terjadi ialah tidak seimbangnya tata kelakuan dalam kehidupan bermasyarakat. Berdasar atas topic permaalahan diatas, hal ini berarti bahwa dalam pembentukan peribadi anak, terjadi melalui tri pusat pendidikan, yakni dirumah atau didalam keluarga, di sekolah, dan di lingkungan masyarakat luas.
Di rumah, anak berinteraksi dengan orang tua. Disini merupakan awal dari pembentukan kepribadian anak. Dalam hal ini, orang tua perlu memberikan sosialisasi sesuai umur dari anak tersbut. Berdasarkan pada topic diatas misalnya, ketika anak sudah mulai memasuki usia remaja, anak perlu diberikan sex education sehingga dalam pola perilakunya nanti, sang anak tersebut tidak akan salah langka karena sudah memiliki benteng pembatas dalam berperilaku. Selanjutnya, disekolah anak memperoleh pengajaran dari guru. Disini, guru diharapkan tidak hanya memberikan pemahaman materi yang berkenaan dengan bidang studi atau hanya bersifat akademik saja, namun juga perlu memberikan pengetahuan umun, dalam hal ini mengenai pendidikan moral. Ketika sudah memliki bekal yang cukup dari keluarga dan sekolah mengenai pembatasan pola perilaku, maka ketika mereka kembali terjun ke masyarakat umum, mereka sudah memiliki benteng pembatas dalam bertingkahlaku sehingga dapat memilah-milah hal yang patut dilakukan dan hal-hal yang tidak patut dilakukan.

Dengan demikian, adanya interaksi dan sosialisasi mengenai pendidikan seks sejak dini, yakni melalui lingkungan keluarga dan diperlanjut atau diperdalam melalui pendidikan formal, adanya penyimpanagn tingkah laku, dalam hal ini adalah maraknya seks bebas pada anak bangsa akan dapat terminimalisasi.
Jadi, menurut paparan di atas dapat dilihat bahwa dengan menggunakan sosiologi pendidikan, kita dapat menganalisis masalah-masalah pendidikan dengan pendekatan sosiologis.

Pesona Masjid Menara Kudus

Masjid Al Aqsa atau masjid Raya Al Manaryang lebih dikenal masyarakat sebagai masjidMenara Kudus, adalah salah satu masjid dengan karakteristik unik dalam arsitekturnya dan bahkan memiliki ciri khusus yang diluar pakem dalam pembangunan masjid di jazirah Arab. Terdapatnya bangunan menara dilingkungan masjid dengan desain yang unik, membuatnya lebih dikenal masyarakat sebagai masjid Menara Kudus. Sebagaimana masjid – masjid di Jawa yang memiliki desain unik, seperti masjid Demak,masjid Menara Kudus memiliki keunikan baik dari segi desain maupun sejarahnya.

Masjid Al Aqsa atau masjid Menara Kudus lokasinya berada di Kauman, Kecamatan Kota, sekitar 1,5 km ke arah barat pusat kota ( Simpangtujuh ). Jika kita berkunjung ke Kudus, tiada lengkap kunjungan kita kalau belum mengunjungi masjid Menara Kudus, yang sudah menjadi salah satu landmark kota Kudus. Letaknya yang tidak jauh dari pusat kota, membuat masjid Menara Kudus ramai dikunjungi orang setiap harinya.
Baca lebih lanjut

Pernikahan Adat Jawa

Indonesia yang kaya akan berbagai ragam budaya, adat istiadat dan tradisi yang dimiliki merupakan karya budaya pendahulu kita. Kebanyakan orang hanya mengenal prosesi pernikahan yaitu siraman dan midodareni, padahal ada beberapa rangkaian prosesi lain yang tak kalah pentingnya, walaupun terkesan ribet dan njelimet. Namun tidak ada salahnya untuk mengenal lebih jauh dari pada prosesi pernikahan adat jawa.
Prosesi pernikahan adat jawa dimulai dengan acara siraman, yang dilakukan sebagai proses pembersihan jiwa dan raga yang dilakukan sehari-hari sebelum ijab kobul.
Ada 7 (tujuh) pitulungan (penolong) yang melakukan proses siraman, artinya merupakan campuran dari kembang setaman atau yang disebut Banyu Purwitosari yang diambilkan dari 7 sumber mata air (sumur). Dimulai dari siraman oleh orang tua calon mempelai, kemudian siraman oleh pemaes (penghias) yang dilanjutkan dengan memecahkan kendi. Menginjak malam acara dilanjutkan dengan midodareni, yaitu malam kedua mempelai melepas masa lajang. Dalam acara yang dilakukan dirumah kediaman perempuan ini diadakan acara nyantrik untuk memastikan pengantin laki-laki akan hadir pada ijab kobul dan kepastian bahwa keluarga mempelai perempuan siap melaksanakan perkawinan dan upacara panggih.
Upacara Panggih
Selesai acara akad nikah dilakukan upacara Panggih, dimana kembang mayang dibawa keluar rumah dan diletakkan dipenyimpanan dekat rumah yang tujuannya untuk mengusir roh jahat. Setelah itu pengantin perempuan yang bertemua dengan pengantin laki-laki akan melanjutkan upacara dengan melakukan rangkaian kegiatan :
Baca lebih lanjut

Bapak Sosiologi Auguste Comte

A. Riwayat Hidup
Auguste Comte, memiliki nama panjang Isidore Marie Auguste François Xavier Comte, lahir di Montpelier, Prancis pada tanggal 19 Januari 1798. Orang tua Auguste Comte berasal dari kelas menengah dan akhirnya sang ayah meraih posisi sebagai petugas resmi pengumpul pajak lokal. Meskipun ia adalah seorang mahasiswa yang cerdas, namun Comte tidak pernah mendapatkan ijazah sarjana. Ia dan seluruh mahasiswa seangkatannya dikeluarkan dari Ecole Politehnique karena gagasan politik dan pembangkangan mereka. Pemberhentian ini berdampak buruk pada karir akademis Comte. Pada tahun 1817 ia menjadi sekretaris dan “anak angkat” Claude Henri Saint- Simon, seorang filusuf yang empat puluh tahun lebih tua dari Comte (Manuel, 1962:251). Mereka bekerja sama selama beberapa tahun dan Comte mengakui besarnya hutang pada Saint- Simon: ”aku benar- benar berhutang secara intelektual pada Saint- Simon …ia banyak berperan dalam mengenalkan aku ke wilayah filsafat yang kini aku ciptakan untuk diriku sendiri dan tanpa ragu aku jalani seumur hidupku” (Durkheim, 1928/ 1962 :144). Namun pada tahun 1824 mereka bertengkar karena comte yakin bahwa Saint- Simon ingin menghapuskan nama Comte dari daftar ucapan terima kasihnya. kemudian Comte menulis bahwa hubungannya dengan Saint- Simon “mengerikan” (Pickering, 1993:238) dan menggambarkannya sebagai “penipu hina” ( Durkheim, 1928/1962 : 144 ). Pada tahun 1852, Comte berkata tentang Saint- Simon, “Aku tidak berhutang apapun pada orang ini” (Pickering, 1993:240).
Heibron (1995) menggambarkan bahwa Comte bertubuh pendek, tingginya sekitar 5 kaki, 2 inci, dengan mata juling, dan sangat merasa resah dengan situasi yang ada di sekitarnya, khususnya ketika menyangkut perempuan. Ia juga terasing dari masyarakat secara keseluruhan. Ini dapat membantu menjelaskan fakta bahwa Comte menikah dengan Caroline Massin yang berlangsung dari tahun 1825 hingga 1842. Ia adalah seorang anak haram yang belakangan disebut “pelacur” oleh Comte, meskipun tuduhan itu akhir- akhir ini dipertanyakan (Pickering, 1997: 37). Kegelisahan pribadi yang dialami Comte berlawanan dengan rasa aman yang begitu besar terhadap kapasitas intelektualnya, dan tampak bahwa rasa percaya kuat.
Pada tahun 1826, Comte mengolah satu skema yang akan digunakannya untuk menyampaikan serangkaian 72 kuliah umum tentang filsafatnya. Kuliah yang diberikan Comte menarik banyak audien akan tetapi dihentikan pada perkuliahan ketiga dikarenakan Comte mengalami masalah mental. Bahkan pernah mencoba bunuh diri.
Meskipun Comte tidak memperoleh posisi regular di Ecole Polytechnique, Comte mendapatkan posisi minor sebagai asisten pengajar pada tahun 1832. Pada tahun 1837 Comte mendapatkan posisi tambahan sebagai penguji ujian masuk, dan untuk pertama kalinya, ini memberikan pendapatan yang memadai karena, selama ini ia sering kali tergantung secara ekonomis terhadap keluarganya. Selama kurun waktu tersebut Comte mengerjakan enam jilid karya yang melambungkan namanya, Cours De Philosophie Positive, yang secara keseluruhan terbit pada tahun 1842, dimana jilid pertama terbit pada tahun 1830. Dalam karya ini Comte memaparkan pandangannya bahwa sosiologi adalah ilmu tertinggi. Ia juga menyerang Ecole Polytechenique, dan hasilnya adalah pada tahun 1844 pekerjaannya sebagai asisten tidak diperpanjang. Pada tahun 1851 ia menyelesaikan 4 jilid buku Systeme De Politique Positive, yang lebih bertujuan praktis, dan menawarkan rencana reorganisasi masyarakat.
Heilbron menandaskan bahwa pada tahun 1838 terjadi kehancuran besar pada kehidupan Comte dan sejak saat itu ia kehilangan harapan bahwa setiap orang akan memikirkan karyanya secara serius tentang ilmu pengetahuan secara umum, dan khususnya pada sosiologi. Pada saat yang bersamaan ia mengawali hidup “yang menyehatkan otak”; yaitu, Comte mulai tidak mau membaca karya orang lain, yang akibatnya adalah ia menjadi kehilangan harapan untuk dapat berhubungan dengan perkembangan intelektual terkini. Setelah tahun 1838 ia mulai mengembangkan gagasan anehnya tentang revormasi masyarakat yang dipaparkan dalam bukunya Systeme De Politique Positive. Comte mulai menghayalkan dirinya sebagai seorang pendeta tinggi agama baru kemanusiaan; ia percaya pada dunia yang pada akhirnya akan dipimpin oleh sosiolog – pendeta. Dalam hal ini, Comte banyak dipengaruhi oleh latar belakang katoliknya. Menarik untuk disimak ditengah – tengah gagasan berani itu, pada akhirnya Comte memang mendapatkan banyak pengikut di Prancis, maupun disejumlah negara lain. Akhirnya, Aguste Comte wafat pada 5 September 1857.
Baca lebih lanjut